Romantic

Romantic
Cinta dan Harapan

Senin, 04 Juli 2011

Inspirasi atas Kegelisahan
Oleh : Deramsyar
Salam pergerakan !

Semangat pergerakan akan terlahir dari jiwa_jiwa yang bergerak,gerak dalam artian merubah keadaan yang stagnan menjadi dinamis< dari ruang kegelisahan yang menginginkan perubahan kearah yang lebih baik. Dengan berpeganag pada komitmen untuk mengemban amanah struktural maupun kultural sebagai perwujudan dari visi misi gerakan, yakni terlahirnya militansi kader dari dinamika komunitas PMII yang ada agar mampu menyikapi realitas sosial yang sudah menggila sebagai wujud kongkrit kiprah PMII untuk bangsa dan Negara.
Berangkat dari sebuah realitas diatas, kami pun menyadari akan sebauh proses yang harus dijalani, karena kami pun menyakini sebuah idealitas tidak akan pernah terwujud tanpa adanya aktifitas yang kongkrit.
“Ruang Inspirasi atas Kegelisahan menjadi semangat baru untuk bergerak maju mendobrak sendi-sendi neo-liberalisme.”
Terinspirasi dari kalimat sederhana diatas, kami menyakini akan sebuah usaha yang harus dilakukan, karena tantangan dari proses kerja organisatoris maupun kultural tidak akan pernah terwujud dengan berpangku tangan, mengkhayal serta mimpi-mimpi kosong, begitupun sebaliknya khayalan serta mimpi-mimpi itu akan terwujud dengan sebuah keyakinan dan keteguhan komitmen untuk bekerja merealisasikan semua konsep yang ada. Memang sendah menjadi suatu tantangan dan hambatan yang harus dihadapai, mungkin juga suatu penyakit akut yang memerlukan obat mujarab untuk mendiognosanya, ataupun ada sebuah kesalahan dalam menjalankan proses kederisasi dan belum tuntas dalam memahami nilai-nilai kultural PMII sehingga kesadaran dari individu kader terlibih struktural itu sendiri belum terbangun suatu tanggung jawab moral struktural yang harus dilaksanakan belum direalisasikan.

PMII adalah organisasi kader yang masih setia pada moral force nya dengan dinamika gerakannya yang mengalami pasang surut, tetapi bukan berarti diam terbujur kaku tanpa harus berbuat apa-apa, PMII terlahir dari rahim gerakan Revolisioner dari jiwa-jiwa yang memegang teguh komitmen kebangsaan, keagamaan, khususnya Ahlu Sunnah Wal Jama’ah. Suatu komitmen yang dibangun para Founding Father PMII yang harus kita pertahankan dan perjuangkan sehinggan jangan sampai menjadi lembaran kosong. Perwujudan dalam membangaun cita-cita gerakan ini tidak akan pernah terwujud hanya mengandalkan individu ataupun orang lain, melainkan dituntut kesadaran individu kader yang terakumulasi dalam kilektifitas kerja organistoris, seyogya nya hal ini menjadi catatan penting yang harus digaris bawahi, disinilah pemahaman yang harus ditekankan oleh seorang kader dalam mngemban suatu amanah, komitmen dan gerakan sehingga loyalitas, integritas, serta komitmen perjuamgam teruji. Ada sebuah pola pikir yang salah dlam memahami tanggungjawab organisasi berikut yang mencakup didalamnya (materi dan moril) diserahkan kepada individu saja, hal semacam itu akan menjadi suatu virus yang mematikan mentalitas kader.

Sebagai langkah awal kaderisasi dalam peruatan mentalitas, karakteristik, serta penegasan komitmen gerakan sering kali kita terjebak dengan tawaran pragmatis yang meggiurkan, seolah-olah hal semacam itu menjadi jalan penyelesaian dari tantangan yang dihadapi. Padahal sebenarnya kita seang menjalani sebuah proses yang mesti secara cermat kita sikapi, yang nantunya apakah kita bisa melaluinya sebagai pemenang sejati (dalm tanda petik) atau pecundang sejati. Atau bahkan seringkali kita dihadapkan pada persoalan klasik, baik bersifat individu atau kelektifitas organisasi yang man keduanya saling berkaitan, sehingga disadari ataupun tidak akan berimbas paa kinerja kaderisasi yang menjadi dasar organisasi PMII. Disinilah letak persoalan krusial dalam pembangunan organisasi, dimana mentalitas, komitmen, dan juga karakteristik individu sedang diuji dengan berbagai persoalan yang berjubel datang secara bertubi-tubi. Ketika dalam penyikapan persoalan semacam itu hanya mengandalkan konseptual yang kelaur dari polesan kata-kata bibir saja, tanpa adanya sebuah kerja kobgkrit dari bangunan komunikasi dan kesadaran kolektifitas organisasi maupun individu kader, maka sekali lagi idealitas itu tidak akan pernah terwujud.
“Tak seorangpun menggurui yang lain, dan tak seorangpun mengajari dirinya sendiri, kita belajar satu sama lain dipelantarai oleh kenyataan dunia disekitar kita.”
(Paulo Priere)
Mengutip dari ungkapan diatas, jelas bahwa bengunan komunikasi antar sesama tidak dapat disekat dengan status maupun posisi sosial manapun, yakni ketika seorang guru yang hakikatnya tidak harus memaksakan muridnya menjadi dirinya, melainkan dengan bengunan komunikasi yang seimbang dari kedua posisi tersebutm agar persoalan-persoalan yang dihadapi oleh kedua pihak bisa terselesaikan. Disinalah letak bangunan komunikasi yang efektif sehingga persoalan-persoalan individu dengan sendirinya bisa teratasi, terlepas dari persoalan dogmatis yang selalu mengkekang kreatifetas serta kebebasan individu sehingga manjadi manusia itunkerdil.
“Kerja kongkrit (tindakan nyata) lebih berharga ketimbang polesan kata-kata yang keluar dari bibir.”
Ketika sebuah realitas diatas dikaitkan dengan mementum diskusi ini, maka kita bisa melihat sebuah realitas dari proses kaderisasi yang terjadi selama ini, diman kinerja struktural sangat diperhitungkan dalam melahirkan kader-kader yang bisa ngeceng bahkan impoten yang kan menjadi esafet kepemimpinan kedepan yang lebih baik. Ada sebuah benang merah yang bisa ditarik dari persoalan-persoalan yang menjadi bahan refleksi bersama. Pertama, suatu tanggung jawab kader terhadap bengunan komitmen yang harus berpegang teguh terhadap nilai-nilai kultural dalam menjaga idealisme sebagai modal dasar grakan. Kedua, bengunan komunikasi yang inten terhadap kader sebagai perwujudan sikap individu dengan ensitas komunitas yang tidak bisa terpisahlkan. Ketiga, penguatan mentalitas sebagai tameng untuk menghadang hantaman realitas yang semakin menggila yang dibarengi dengan penguatan intelektual sebagai makanan pokok yang menjadi dasar pijakan semua kader. Beberapa poin diatas sebagi pekerjaan rumah yang menjadi prioritas kaderisasi kedepan, terlepas dari hasil yang dicapai bukan kesuksesan yang menjadi klaim individu maupun struktur karena sebuah proses lebih berharga dan bermakna ketimbang hasil yang diraih dan dinikmati.
“Semoga kita tidak termasuk kaer-kader yang terbujur kaku baik jasad maupun ruh gerakan.”
Mungkin ulasan yang sangat singkat dan sederhana ini bisa membantu atas kinerja kaderisasi kedepan, suatu konsekuensi yang harus sehabat-sahabat korbankan baik pikiran, tenaga, maupun harta bahkan harus rela meninggalkan kepentingan individu untuk melakukan proses kaderisasi. Kami yakin Tuhan memberikan jalan yang terbaik, keyakinan pun semakin tebal dalam hati kami bahwa Tuhan akan tetap bersama kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar